Jembatan adalah urat nadi perekonomian dan konektivitas, sebuah infrastruktur vital yang menopang pergerakan barang dan manusia setiap hari. Namun, di balik kekokohannya, terdapat ancaman senyap yang terus menggerogoti masa layannya: degradasi beton. Bagi para insinyur sipil dan manajer proyek, tantangan seperti keretakan beton jembatan dan korosi tulangan bukan sekadar masalah teknis, melainkan risiko operasional dan finansial yang signifikan. Kegagalan prematur tidak hanya membahayakan keselamatan publik tetapi juga menyebabkan biaya perbaikan yang masif.
Informasi mengenai teknologi beton seringkali terfragmentasi, menyajikan teori desain di satu sisi dan daftar masalah di sisi lain, tanpa jembatan yang menghubungkan keduanya. Artikel ini hadir sebagai panduan rekayasa holistik yang Anda butuhkan. Kami akan menyatukan teori desain campuran beton dengan realitas tantangan di lapangan, memberikan Anda strategi komprehensif untuk membangun jembatan yang tahan uji waktu. Mulai dari fondasi desain campuran, identifikasi ancaman durabilitas, eksplorasi solusi material canggih, hingga praktik terbaik dalam pelaksanaan dan perawatan jangka panjang, panduan ini akan menjadi sumber daya utama Anda.
- Fondasi Durabilitas: Memahami Desain Campuran Beton Jembatan
- Mengidentifikasi Ancaman Terbesar Terhadap Durabilitas Jembatan
- Rekayasa Material: Optimasi Kinerja dengan Admixture & Beton Mutu Tinggi
- Dari Teori ke Praktik: Pelaksanaan, Perawatan, dan Perbaikan
- Kesimpulan: Durabilitas sebagai Hasil Rekayasa Holistik
- References
Fondasi Durabilitas: Memahami Desain Campuran Beton Jembatan
Untuk membangun struktur yang tahan lama, pemahaman mendalam tentang fondasinya adalah mutlak. Dalam konteks jembatan, fondasi itu adalah desain campuran beton yang tepat. Ini bukan sekadar resep, melainkan sebuah proses rekayasa untuk mencapai keseimbangan optimal antara kekuatan, kemudahan pengerjaan (workability), dan yang terpenting, durabilitas jangka panjang. Proses ini diatur oleh standar ketat, seperti Standar Nasional Indonesia (SNI) 2847:2019 tentang Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung, yang menjadi acuan dasar dalam perhitungan kekuatan dan durabilitas.
“Durabilitas sebuah jembatan dimulai jauh sebelum pengecoran pertama. Ia dimulai dari pemilihan material baku. Agregat yang bersih dan tergradasi dengan baik, semen yang konsisten mutunya, dan air yang bebas dari kontaminan adalah prasyarat yang tidak bisa ditawar. Mengabaikan kualitas di tahap awal adalah resep untuk kegagalan di masa depan.”
Untuk aplikasi jembatan, spesifikasi mutu beton yang tinggi adalah sebuah keharusan. Merujuk pada Spesifikasi Umum 2018 dari Direktorat Jenderal Bina Marga, struktur utama jembatan seringkali mensyaratkan mutu beton minimal f’c 30 MPa. Berikut adalah contoh tabel proporsi campuran untuk mencapai mutu tersebut (proporsi dapat bervariasi tergantung karakteristik material lokal):
Komponen | Proporsi (berdasarkan berat) | Catatan |
---|---|---|
Semen Portland | 1 bagian | Tipe I atau tipe lain sesuai kondisi lingkungan |
Pasir (Agregat Halus) | 1.5 – 2 bagian | Bersih, keras, gradasi baik |
Kerikil (Agregat Kasar) | 2.5 – 3 bagian | Bersih, keras, ukuran maksimum sesuai desain |
Air | 0.40 – 0.45 bagian | Rasio air/semen dikontrol ketat |
Komponen Kunci dan Proporsi Ideal
Setiap komponen dalam campuran beton memainkan peran kritis. Semen bertindak sebagai pengikat hidrolik. Agregat, yang mencakup 60-75% volume beton, berfungsi sebagai pengisi yang memberikan kekuatan dan stabilitas. Kualitas agregat, termasuk kebersihan, bentuk, dan gradasinya, secara langsung memengaruhi kekuatan akhir dan kemudahan pengerjaan.
Namun, faktor yang paling menentukan dalam hubungan kekuatan dan durabilitas adalah rasio air/semen (water/cement ratio). Rasio ini adalah perbandingan berat antara air dan semen dalam campuran. Semakin rendah rasio air/semen, semakin tinggi kekuatan dan durabilitas beton karena menghasilkan struktur mikro yang lebih padat dan kurang permeabel. Sebaliknya, penambahan air berlebih akan menciptakan pori-pori kapiler yang menjadi jalan masuk bagi zat-zat agresif. Sebagai gambaran, peningkatan rasio air/semen dari 0.4 menjadi 0.6 dapat meningkatkan permeabilitas beton hingga 10 kali lipat, yang secara drastis mengurangi masa layan struktur. Hubungan ini sangat jelas: ketika rasio air/semen menurun, kekuatan tekan beton meningkat secara signifikan.
Perbedaan Beton untuk Pilar, Lantai, dan Pondasi Jembatan
Sebuah jembatan bukanlah struktur monolitik dengan satu jenis beton. Elemen struktur yang berbeda menghadapi beban dan paparan lingkungan yang berbeda, sehingga memerlukan spesifikasi campuran yang disesuaikan.
- Pondasi dan Pilar (Substruktur): Bagian ini seringkali terekspos langsung dengan tanah dan air tanah yang mungkin mengandung sulfat atau zat kimia agresif lainnya. Beton untuk substruktur harus memiliki permeabilitas sangat rendah dan seringkali menggunakan semen tipe II atau V yang tahan sulfat. Kekuatan tekan yang tinggi juga diperlukan untuk menopang seluruh beban di atasnya.
- Lantai Jembatan (Superstruktur): Lantai jembatan menerima beban lalu lintas dinamis secara langsung, serta paparan cuaca (hujan, panas matahari) dan agen de-icing (di negara empat musim). Beton untuk lantai harus memiliki ketahanan abrasi yang tinggi, durabilitas terhadap siklus beku-cair, dan permeabilitas rendah untuk mencegah penetrasi klorida dari air hujan atau air laut yang dapat menyebabkan korosi pada tulangan di dalamnya.
- Balok Girder Prategang: Elemen ini seringkali menggunakan beton mutu sangat tinggi (f’c 40 MPa atau lebih) untuk menahan gaya prategang yang besar dan memungkinkan desain bentang yang lebih panjang dan ramping.
Pada proyek-proyek berskala besar seperti Jembatan Suramadu, penggunaan berbagai jenis beton yang dirancang khusus untuk setiap elemen adalah praktik standar untuk memastikan setiap bagian dari struktur dapat mencapai masa layan yang direncanakan.
Mengidentifikasi Ancaman Terbesar Terhadap Durabilitas Jembatan
Meskipun dirancang untuk kokoh, jembatan beton terus menerus diserang oleh berbagai faktor degradasi. Memahami mekanisme ancaman ini adalah langkah pertama dalam merancang strategi pertahanan yang efektif. Data menunjukkan bahwa masalah durabilitas bukanlah hal sepele; korosi tulangan baja adalah penyebab utama lebih dari 40% kegagalan struktur beton, termasuk jembatan. Kerusakan ini seringkali terlihat jelas dalam bentuk retakan, pengelupasan beton (spalling), dan noda karat, yang menandakan adanya masalah serius di dalam struktur.
Korosi Tulangan: Musuh Utama Beton di Iklim Tropis
Di dalam beton yang sehat, lingkungan alkali (pH tinggi) di sekitar tulangan baja menciptakan lapisan pasif pelindung yang mencegah karat. Namun, lapisan ini dapat dirusak oleh dua mekanisme utama:
- Karbonasi: Karbon dioksida (CO2) dari atmosfer secara perlahan meresap ke dalam beton dan bereaksi dengan produk hidrasi semen. Reaksi ini menurunkan tingkat pH beton. Ketika zona karbonasi mencapai permukaan tulangan, lapisan pelindung hilang dan korosi dapat dimulai jika ada cukup oksigen dan kelembaban.
- Serangan Ion Klorida: Ini adalah ancaman paling serius, terutama untuk jembatan di wilayah pesisir atau yang terpapar garam. Ion klorida (misalnya dari air laut) dapat meresap melalui pori-pori beton dan menyerang lapisan pasif secara langsung, bahkan pada tingkat pH yang masih tinggi. Setelah lapisan pelindung rusak, proses korosi elektrokimia dimulai.
Ketika korosi terjadi, produk karat (oksida besi) terbentuk. Masalahnya, ketika baja tulangan berkarat, volumenya bisa mengembang hingga 6 kali lipat dari volume aslinya. Ekspansi ini menciptakan tekanan internal yang sangat besar di dalam beton, yang pada akhirnya menyebabkan retak dan pengelupasan selimut beton, mempercepat kerusakan lebih lanjut. Sebuah studi dari G-SMART Jurnal Teknik Sipil Unika Soegijapranata menunjukkan betapa signifikan pengaruh lingkungan; beton yang terpapar lingkungan asam (pH 5) memiliki laju korosi hampir 60% lebih tinggi dibandingkan dengan yang terpapar air netral.[1]
Mendiagnosis Keretakan Beton: Struktural vs. Non-Struktural
Tidak semua retak diciptakan sama. Kemampuan untuk membedakan jenis retak sangat penting untuk menentukan tingkat urgensi dan metode perbaikan yang tepat.
- Retak Non-Struktural: Umumnya disebabkan oleh faktor-faktor seperti susut plastis (penguapan air terlalu cepat pada beton baru), susut pengeringan, atau perubahan suhu. Retak ini biasanya tipis (lebar < 0.3 mm), dangkal, dan seringkali memiliki pola acak atau seperti peta. Meskipun tidak langsung mengancam integritas struktur, retak ini dapat menjadi jalur masuk bagi air dan klorida, yang memicu masalah durabilitas jangka panjang.
- Retak Struktural: Disebabkan oleh beban berlebih, kesalahan desain, atau penurunan pondasi. Retak ini cenderung lebih lebar, lebih dalam, dan sering mengikuti pola tertentu yang berhubungan dengan alur tegangan pada elemen struktur (misalnya, retak vertikal di tengah balok atau retak diagonal di dekat tumpuan). Retak jenis ini adalah indikasi bahaya dan memerlukan investigasi segera oleh insinyur ahli.
Menurut panduan inspeksi dari otoritas seperti Komite Keselamatan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ), setiap retakan yang menunjukkan pergerakan, rembesan air, atau noda karat di sekitarnya harus dianggap kritis dan dievaluasi lebih lanjut.
Dampak Perubahan Iklim dan Lingkungan Agresif
Ancaman terhadap durabilitas jembatan tidak statis; mereka diperparah oleh perubahan iklim. Peningkatan intensitas hujan asam dapat mempercepat proses karbonasi. Kenaikan permukaan air laut meningkatkan paparan zona percikan (splash zone) terhadap klorida. Siklus suhu yang lebih ekstrem menyebabkan tegangan termal yang lebih besar, yang dapat memicu atau memperparah keretakan.
Untuk mengelola risiko ini, pendekatan proaktif diperlukan. Sebuah “matriks risiko durabilitas” dapat dikembangkan untuk memetakan kondisi lingkungan spesifik terhadap mekanisme kerusakan yang paling mungkin terjadi dan tindakan pencegahan yang paling efektif.
Lingkungan | Ancaman Utama | Strategi Mitigasi Utama |
---|---|---|
Pesisir/Laut | Serangan Klorida, Korosi | Beton permeabilitas rendah, selimut beton tebal, tulangan lapis epoksi |
Industri | Serangan Sulfat, Hujan Asam | Semen tahan sulfat (Tipe V), pelapis protektif permukaan |
Perkotaan | Karbonasi, Beban Lalu Lintas Tinggi | Beton padat (rasio a/s rendah), desain kuat tekan tinggi |
Rekayasa Material: Optimasi Kinerja dengan Admixture & Beton Mutu Tinggi
Setelah memahami ancaman, saatnya merekayasa solusi. Teknologi beton modern menawarkan perangkat canggih untuk meningkatkan kinerja dan durabilitas, jauh melampaui campuran konvensional. Penggunaan bahan tambah kimia (admixture) dan desain Beton Kinerja Tinggi (High-Performance Concrete – HPC) adalah dua pilar utama dalam strategi ini, yang seringkali mengacu pada standar internasional seperti yang ditetapkan oleh American Concrete Institute (ACI) untuk memastikan kualitas dan konsistensi.
“Admixture bukan lagi sekadar ‘tambahan’, melainkan komponen integral dalam desain beton modern. Inovasi terbaru memungkinkan kami untuk merekayasa beton dengan presisi yang belum pernah terjadi sebelumnya—mencapai workability tinggi tanpa mengorbankan kekuatan, mengontrol waktu pengikatan dalam kondisi ekstrem, dan secara signifikan meningkatkan ketahanan terhadap serangan kimia.”
Peran Strategis Admixture dalam Campuran Beton Jembatan
Admixture adalah bahan kimia yang ditambahkan ke dalam beton dalam jumlah kecil untuk memodifikasi sifat-sifatnya. Sesuai definisi ASTM C125, admixture adalah material selain air, agregat, dan semen yang ditambahkan sesaat sebelum atau selama pengadukan. Penggunaannya bersifat strategis untuk mengatasi tantangan spesifik di lapangan.
Jenis Admixture | Fungsi Utama | Aplikasi Tipikal pada Jembatan | Dosis Rekomendasi |
---|---|---|---|
Superplasticizer | Mengurangi kebutuhan air secara drastis (12-30%) | Pengecoran elemen yang rapat tulangan, produksi HPC, meningkatkan workability | 0.5% – 1.5% dari berat semen |
Retarder | Memperlambat waktu pengikatan awal semen | Pengecoran massal (mass concrete), transportasi jarak jauh, pengecoran di cuaca panas | 0.2% – 0.6% dari berat semen |
Accelerator | Mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal | Perbaikan cepat, pengecoran di cuaca dingin, mengurangi waktu pelepasan bekisting | 1.0% – 2.0% dari berat semen |
Air-Entraining | Membentuk gelembung udara mikro yang stabil | Struktur di daerah dengan siklus beku-cair (tidak umum di iklim tropis) | Sesuai kebutuhan untuk mencapai 4-6% volume udara |
Sebagai contoh, penggunaan superplasticizer (admixture) dapat mengurangi kebutuhan air hingga 30%. Ini memungkinkan pembuatan beton dengan rasio air/semen yang sangat rendah (meningkatkan kekuatan dan durabilitas) namun tetap memiliki tingkat kelecakan (slump) yang tinggi sehingga mudah dipadatkan di sekitar tulangan yang padat. Untuk proyek pengecoran pilar jembatan yang masif di tengah cuaca panas, penggunaan retarder menjadi krusial untuk mencegah terjadinya cold joint (sambungan dingin) antar lapisan cor.
Merancang Beton Kinerja Tinggi (HPC) untuk Jembatan Modern
Beton Kinerja Tinggi (HPC) didefinisikan bukan hanya oleh kekuatannya yang superior (umumnya di atas f’c 40 MPa), tetapi juga oleh durabilitasnya yang luar biasa. Perbedaan utamanya terletak pada komposisi dan struktur mikro. HPC menggunakan rasio air/semen yang sangat rendah (< 0.40) dan memanfaatkan material semen tambahan (Supplementary Cementitious Materials – SCMs) seperti:
- Silica Fume: Partikel yang sangat halus ini mengisi rongga-rongga mikro di antara partikel semen, menghasilkan matriks yang sangat padat dan impermeabel.
- Fly Ash: Produk sampingan dari pembakaran batu bara, yang bereaksi dengan produk sampingan hidrasi semen untuk membentuk senyawa pengikat tambahan, meningkatkan kekuatan jangka panjang dan ketahanan kimia.
Proses desain campuran HPC, seperti yang diuraikan dalam metode ACI 211, adalah proses yang teliti dan memerlukan pengujian laboratorium yang ekstensif untuk mengoptimalkan proporsi setiap komponen.
Properti | Beton Normal (f’c 30 MPa) | Beton Kinerja Tinggi (f’c 60 MPa) |
---|---|---|
Kuat Tekan 28 hari | ~30 MPa | > 60 MPa |
Rasio Air/Bahan Pengikat | 0.45 – 0.55 | < 0.35 |
Permeabilitas Klorida | Sedang – Tinggi | Sangat Rendah |
Ketahanan Abrasi | Baik | Sangat Baik |
Menurut para peneliti di lembaga seperti Pusjatan atau LAPI ITB, potensi HPC untuk infrastruktur Indonesia sangat besar. Ia tidak hanya memungkinkan pembangunan jembatan dengan bentang yang lebih panjang dan pilar yang lebih ramping, tetapi juga menawarkan masa layan yang jauh lebih lama dengan kebutuhan perawatan yang lebih sedikit, menghasilkan biaya siklus hidup (life-cycle cost) yang lebih rendah.
Dari Teori ke Praktik: Pelaksanaan, Perawatan, dan Perbaikan
Desain campuran yang superior di atas kertas tidak akan berarti apa-apa tanpa eksekusi yang cermat di lapangan dan pemeliharaan yang disiplin. Tahap inilah yang seringkali menjadi penentu antara keberhasilan dan kegagalan sebuah proyek. Sesuai arahan dalam Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan dari Kementerian PUPR, jembatan harus dibuat dari bahan berkualitas serta menggunakan standar tinggi dalam proses fabrikasi dan perakitannya, termasuk perlindungan yang memadai terhadap tulangan.[2]
Teknik Pengecoran yang Tepat: Mencegah Segregasi dan Bleeding
Dua masalah umum yang dapat merusak integritas beton selama pengecoran adalah segregasi dan bleeding.
- Segregasi: Adalah pemisahan komponen-komponen beton, di mana agregat kasar cenderung mengendap ke bawah. Ini sering disebabkan oleh campuran yang terlalu basah, jarak jatuh pengecoran yang terlalu tinggi (> 1.5 meter), atau pemadatan yang berlebihan. Akibatnya adalah beton yang tidak homogen dan keropos.
- Bleeding: Adalah naiknya air campuran ke permukaan beton sesaat setelah dicor dan dipadatkan. Bleeding yang berlebihan dapat menciptakan lapisan permukaan yang lemah dan berpori serta mengurangi lekatan antara beton dan tulangan.
Seorang manajer quality control berpengalaman menekankan, “Kunci untuk mencegah masalah ini adalah konsistensi. Pastikan slump beton sesuai spesifikasi saat tiba di lokasi, gunakan metode pengecoran yang benar seperti corong (tremie) untuk jarak jatuh yang tinggi, dan padatkan beton secukupnya hingga udara terperangkap keluar tanpa menyebabkan segregasi.”
Pentingnya Perawatan (Curing) untuk Durabilitas Maksimal
Pengecoran bukanlah akhir dari proses. Perawatan (curing) adalah proses menjaga kelembaban dan suhu yang cukup pada beton setelah dicor untuk memastikan hidrasi semen berlangsung sempurna. Curing yang tidak memadai adalah salah satu penyebab utama penurunan mutu dan keretakan. Data menunjukkan bahwa beton yang dirawat dengan baik selama 7 hari dapat mencapai sekitar 65-70% dari kekuatan desain 28 harinya, sementara beton yang tidak dirawat mungkin hanya mencapai 40-50%.
Metode curing yang umum meliputi:
- Penyiraman Air (Water Curing): Menjaga permukaan beton tetap basah secara terus-menerus. Sangat efektif tetapi membutuhkan banyak air dan tenaga kerja.
- Penutupan dengan Material Basah: Menggunakan karung goni basah atau lembaran plastik untuk menahan penguapan.
- Curing Compound: Cairan kimia yang disemprotkan ke permukaan beton untuk membentuk membran tipis yang menghalangi penguapan air. Metode ini praktis untuk area yang luas seperti lantai jembatan.
Proses perawatan idealnya dilakukan selama minimal 7 hari, atau hingga beton mencapai 70% dari kekuatan desainnya.
Prosedur Penanganan Jika Mutu Beton Gagal Uji
Meskipun dengan kontrol kualitas yang ketat, terkadang hasil uji tekan benda uji silinder atau kubus di laboratorium tidak mencapai kekuatan yang disyaratkan. Ini adalah situasi kritis yang memerlukan prosedur penanganan yang sistematis.
- Verifikasi: Periksa kembali laporan pengujian, catatan pengecoran, dan prosedur pengambilan sampel untuk memastikan tidak ada kesalahan.
- Uji Lanjutan (Non-Destruktif): Lakukan pengujian non-destruktif pada struktur terpasang, seperti Hammer Test (uji palu beton) atau Ultrasonic Pulse Velocity (UPV), untuk mendapatkan perkiraan kekuatan beton di lokasi.
- Uji Inti (Core Drill): Jika hasil uji non-destruktif meragukan, pengambilan sampel inti dari struktur adalah metode yang paling definitif untuk menentukan kekuatan beton aktual.
- Analisis Struktural: Jika kekuatan aktual terbukti di bawah persyaratan desain, seorang insinyur struktur harus melakukan analisis ulang untuk menentukan apakah kapasitas struktur masih memadai untuk menahan beban rencana.
- Perkuatan (Strengthening): Jika kapasitas tidak memadai, opsi perkuatan seperti penambahan FRP (Fiber Reinforced Polymer) atau penebalan elemen beton mungkin diperlukan.
Memiliki alur penanganan yang jelas memastikan bahwa keputusan diambil berdasarkan data teknis yang valid, bukan kepanikan, untuk menjamin keamanan struktur jangka panjang.
Kesimpulan: Durabilitas sebagai Hasil Rekayasa Holistik
Mencapai durabilitas jembatan yang maksimal bukanlah hasil dari satu faktor tunggal, melainkan buah dari sebuah pendekatan rekayasa holistik. Perjalanan ini dimulai dari pemilihan material dan desain campuran beton yang presisi, di mana setiap komponen dan proporsinya dioptimalkan untuk kekuatan dan ketahanan. Selanjutnya, pemahaman mendalam tentang ancaman nyata di lapangan—terutama korosi tulangan dan berbagai jenis keretakan—memungkinkan kita untuk merancang strategi pertahanan yang efektif sejak awal.
Pemanfaatan solusi material canggih seperti admixture dan Beton Kinerja Tinggi (HPC) memberikan kita alat untuk merekayasa beton yang tidak hanya kuat, tetapi juga tangguh dalam menghadapi lingkungan yang paling agresif. Namun, semua keunggulan desain dan material ini hanya akan terwujud melalui pelaksanaan di lapangan yang disiplin—mulai dari teknik pengecoran yang benar hingga proses perawatan (curing) yang krusial. Pada akhirnya, durabilitas sebuah jembatan adalah cerminan dari sinergi antara teori rekayasa yang solid, teknologi material yang inovatif, dan praktik konstruksi yang tanpa kompromi.
Sebagai pemasok dan distributor alat ukur dan uji terkemuka, CV. Java Multi Mandiri memahami pentingnya kontrol kualitas di setiap tahap proyek konstruksi. Kami berspesialisasi dalam melayani klien bisnis dan aplikasi industri, menyediakan instrumen pengujian beton seperti Hammer Test, UPV testers, dan alat uji laboratorium lainnya yang dibutuhkan untuk memverifikasi mutu dan memastikan setiap struktur dibangun sesuai spesifikasi tertinggi. Untuk mendiskusikan kebutuhan perusahaan Anda dan bagaimana kami dapat menjadi mitra dalam mengoptimalkan operasi Anda, silakan hubungi kami untuk konsultasi solusi bisnis.
Disclaimer: Informasi dalam artikel ini bersifat edukatif dan tidak menggantikan nasihat teknik profesional. Setiap proyek konstruksi jembatan harus dirancang dan diawasi oleh insinyur sipil yang berkualifikasi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Rekomendasi Alat Uji Kekuatan Beton
-
Alat Uji Kekuatan Beton Concrete Schmidt Hammer PROCEQ 31003002
Lihat produk -
Concrete Rebound Hammer NOVOTEST MSh-225
Lihat produk -
Alat Uji Beton Hammer TMTECK TMH-225W
Lihat produk -
Digital Rebound Test Hammer CONTROLS 58-C0181/DGT
Lihat produk -
Alat Uji Beton Digital AMTAST AMT156
Lihat produk -
Concrete Rebound Hammer NOVOTEST MSh-75
Lihat produk -
Hammer Schmidt TYPE N PROCEQ 31001001
Lihat produk -
Concrete Rebound Hammer NOVOTEST MSh-20
Lihat produk
References
- Ananto, I. R., et al. (2022). Analisis Pengaruh Lingkungan Asam Terhadap Beton Bertulang Ditinjau Dari Corrosion Rate Tulangan. G-SMART Jurnal Teknik Sipil Unika Soegijapranata, 6(2). Retrieved from https://journal.unika.ac.id/index.php/gsmart/article/download/4331/2120
- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). (2015). Pedoman Persyaratan Umum Perencanaan Jembatan (Surat Edaran Menteri Nomor 07/SE/M/2015). Retrieved from https://binamarga.pu.go.id/index.php/peraturan/dokumen/pedoman-persyaratan-umum-perencanaan-jembatan