Professional concrete strength meter on a textured test block, used to assess and address bridge concrete variability.

Strategi Atasi Variabilitas Beton Jembatan dengan Strength Meter

Daftar Isi

Infrastruktur jembatan adalah urat nadi perekonomian dan konektivitas sebuah negara. Kekokohan dan durabilitasnya adalah hal yang tidak bisa ditawar. Namun, di balik struktur megah tersebut, ada satu ancaman tersembunyi yang seringkali menjadi pangkal masalah: variabilitas beton. Mutu beton yang tidak konsisten, meski tampak sepele di awal, dapat menumpuk risiko dan berujung pada penurunan keamanan serta umur layanan jembatan. Ini bukan sekadar teori, melainkan tantangan nyata yang dihadapi para insinyur dan pengawas di lapangan setiap hari.

Artikel ini adalah panduan praktis Anda, dirancang dari hulu ke hilir untuk mengubah variabilitas menjadi konsistensi. Kami akan membongkar akar penyebab mutu beton yang tidak seragam, menyajikan kerangka kerja kontrol kualitas (QC) yang sistematis, dan memandu Anda menguasai penggunaan alat uji krusial seperti strength meter. Tujuannya jelas: memastikan setiap meter kubik beton yang Anda cor memenuhi spesifikasi, demi menjamin keamanan maksimal dan durabilitas jangka panjang struktur jembatan.

  1. Mengapa Variabilitas Beton adalah Musuh Utama Proyek Jembatan?
    1. Apa Itu Variabilitas Beton dan Mengapa Ini Berbahaya?
    2. Faktor Utama Penyebab Mutu Beton Tidak Konsisten
  2. Kunci Sukses: Membangun Sistem Kontrol Kualitas (QC) dari Hulu ke Hilir
    1. Tahap Pra-Pengecoran: Fondasi Mutu yang Kokoh
    2. Tahap Pengecoran: Titik Kritis Pengawasan di Lapangan
    3. Tahap Pasca-Pengecoran: Mengunci Kekuatan dengan Perawatan (Curing)
  3. Strength Meter: Alat Andal untuk Deteksi Dini di Lapangan
    1. Mengenal Strength Meter: Prinsip Kerja Rebound Hammer
    2. Panduan Praktis Penggunaan Strength Meter (Step-by-Step)
    3. Interpretasi Hasil: Membaca Angka Menjadi Aksi
    4. Akurasi dan Kalibrasi: Kunci Hasil yang Terpercaya
  4. Melampaui Strength Meter: Metode Uji Beton Jembatan Lainnya
    1. Uji Non-Destruktif (NDT) Lainnya: Ultrasonic Pulse Velocity (UPV)
    2. Uji Destruktif (DT): Kapan Core Drill Menjadi Pilihan?
  5. Praktik Terbaik dan Tindakan Korektif di Lapangan
    1. Checklist Praktis Pengawas Mutu Beton di Proyek Jembatan
    2. Langkah Korektif Saat Hasil Uji Tidak Sesuai Spesifikasi
  6. Kesimpulan: Konsistensi adalah Kunci Keamanan Jembatan
  7. Referensi

Mengapa Variabilitas Beton adalah Musuh Utama Proyek Jembatan?

Memahami musuh adalah langkah pertama untuk memenangkan pertempuran. Dalam konstruksi jembatan, variabilitas beton adalah musuh yang bekerja dalam senyap, merusak integritas struktur dari dalam. Mengabaikannya sama dengan membiarkan risiko kegagalan struktur jembatan tumbuh secara eksponensial.

Apa Itu Variabilitas Beton dan Mengapa Ini Berbahaya?

Variabilitas beton adalah istilah teknis untuk ketidakkonsistenan atau perubahan mutu dan karakteristik beton, baik dalam satu batch produksi maupun antar batch yang berbeda. Bayangkan Anda sedang membuat adonan kue dengan resep yang sama berulang kali, namun hasilnya terkadang terlalu keras, terlalu lembek, atau tidak mengembang sempurna. Itulah variabilitas.

Dalam konteks beton, “resep” yang tidak konsisten ini sangat berbahaya. Dampaknya langsung terasa pada:

  • Penurunan Kekuatan Tekan: Beton yang bervariasi memiliki titik-titik lemah. Area dengan mutu rendah tidak akan mampu menahan beban sesuai desain, menciptakan potensi kegagalan struktural.
  • Peningkatan Permeabilitas: Mutu yang rendah seringkali berarti beton lebih berpori. Ini membuka jalan bagi air, klorida, dan zat agresif lainnya untuk masuk dan memicu korosi pada tulangan baja, yang merupakan pemicu utama kerusakan jangka panjang.
  • Potensi Keretakan: Perbedaan mutu dalam satu struktur dapat menyebabkan tegangan internal saat beton mengering dan menyusut, yang berujung pada keretakan dini.
  • Berkurangnya Umur Layanan: Semua faktor di atas secara kumulatif akan memperpendek umur layanan jembatan, meningkatkan biaya perawatan, dan pada skenario terburuk, membahayakan keselamatan publik.

Cacat seperti beton keropos (honeycomb) adalah salah satu manifestasi visual dari proses pengecoran dan pemadatan yang tidak sempurna, seringkali berakar dari mutu adukan beton yang tidak konsisten.

Faktor Utama Penyebab Mutu Beton Tidak Konsisten

Variabilitas bukanlah takdir, melainkan hasil dari proses yang tidak terkontrol. Secara umum, penyebabnya dapat dipetakan dalam tiga kategori utama, layaknya sebuah “pohon masalah” yang akarnya harus diidentifikasi:

  1. Faktor Material:
    • Agregat: Kualitas agregat (pasir dan kerikil) yang tidak seragam, gradasi yang berubah-ubah, dan terutama kadar air yang fluktuatif adalah biang keladi utama. Riset menunjukkan bahwa variasi kelembaban agregat sebesar 1% saja dapat mengubah nilai slump beton hingga 2.5 cm dan kekuatan tekan hingga 5%[1].
    • Semen dan Air: Kualitas semen yang bervariasi dari satu pengiriman ke pengiriman lain dan penggunaan air yang tidak memenuhi standar juga berkontribusi signifikan.
  2. Faktor Proses Produksi & Pelaksanaan:
    • Batching Plant: Kesalahan penimbangan material, waktu pengadukan yang tidak konsisten (terlalu cepat atau terlalu lama), dan urutan memasukkan material yang salah.
    • Transportasi: Waktu tempuh yang terlalu lama dari batching plant ke lokasi proyek dapat menyebabkan beton mulai mengeras di dalam truk mixer.
    • Pengecoran di Lapangan: Ini adalah titik paling kritis. Penambahan air ilegal di lokasi untuk mempermudah pengerjaan adalah “dosa” terbesar yang secara drastis merusak rasio air-semen. Sebagai acuan, peningkatan rasio air-semen sebesar 0,1 dapat menurunkan kekuatan tekan beton hingga 5-7 MPa[1]. Teknik pemadatan yang tidak benar juga dapat menyebabkan segregasi dan beton keropos.
  3. Faktor Lingkungan:
    • Suhu dan Kelembaban: Pengecoran di bawah terik matahari atau dalam kondisi angin kencang dapat mempercepat penguapan air dari permukaan beton, mengganggu proses hidrasi semen dan memicu retak susut.

Menurut berbagai studi, korosi pada tulangan baja adalah penyebab utama kerusakan pada lebih dari 40% jembatan beton bertulang[2]. Variabilitas mutu beton yang buruk secara langsung mempercepat proses korosi ini, menegaskan betapa krusialnya kontrol kualitas untuk mencegah risiko kegagalan struktur jembatan. Otoritas seperti Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) dan Komite Keselamatan Konstruksi (K2K) selalu menekankan pentingnya konsistensi mutu sebagai pilar utama keselamatan infrastruktur.

Kunci Sukses: Membangun Sistem Kontrol Kualitas (QC) dari Hulu ke Hilir

Mengatasi variabilitas beton bukanlah tentang satu tindakan heroik, melainkan tentang penerapan sistem kontrol kualitas (Quality Control – QC) yang disiplin dan konsisten di setiap tahapan. Sistem ini harus mencakup seluruh rantai pasok, dari sumber material hingga perawatan akhir di lokasi proyek. Untuk referensi standar yang lebih luas, para profesional dapat merujuk pada Kumpulan Pedoman Teknis Jembatan yang dikeluarkan oleh otoritas terkait.

Tahap Pra-Pengecoran: Fondasi Mutu yang Kokoh

Kualitas beton akhir tidak akan pernah lebih baik dari kualitas material awalnya. Tahap ini adalah fondasi dari segalanya.

  • Kualifikasi Material: Lakukan pengujian rutin terhadap agregat untuk memastikan kebersihan, gradasi, dan kadar airnya konsisten. Pastikan semen yang digunakan sesuai dengan spesifikasi dan berasal dari sumber yang terpercaya.
  • Validasi Desain Campuran (Mix Design): Sebelum produksi massal, lakukan trial mix di laboratorium untuk memvalidasi bahwa desain campuran dapat mencapai kekuatan dan workability yang disyaratkan. Praktik ini direkomendasikan oleh lembaga standar internasional seperti American Concrete Institute (ACI).
  • Inspeksi Batching Plant: Verifikasi bahwa semua alat timbang di batching plant terkalibrasi dengan benar. Periksa kondisi mixer dan pastikan sistem kontrolnya berfungsi untuk menjamin waktu pengadukan yang seragam.

Tahap Pengecoran: Titik Kritis Pengawasan di Lapangan

Di sinilah sebagian besar masalah variabilitas terjadi. Pengawasan yang ketat di lapangan adalah kunci untuk mencegah penyimpangan.

  • Uji Slump (Slump Test): Ini adalah pengujian paling mendasar untuk memeriksa konsistensi dan workability beton segar saat tiba di lokasi. Prosedur yang benar sesuai SNI 1972:2008 harus diikuti.
  • Pengambilan Sampel Benda Uji: Pengambilan sampel silinder atau kubus untuk pengujian kekuatan di laboratorium adalah wajib.
  • Pengawasan Ketat: Pastikan tidak ada penambahan air secara ilegal ke dalam truk mixer di lokasi proyek. Awasi teknik pengecoran dan pemadatan untuk mencegah segregasi.

Dokumen Spesifikasi Umum 2018 dari Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR, yang menjadi acuan utama proyek infrastruktur nasional, memberikan mandat yang sangat jelas mengenai frekuensi pengujian. Dokumen tersebut menyatakan, “Pengujian slump harus dilaksanakan pada setiap takaran beton yang akan dicor…” dan “Satu set benda uji yang terdiri dari 3 benda uji harus diambil dari setiap 60 m³ beton yang dicor…”[4]. Kepatuhan terhadap aturan ini adalah non-negosiabel.

Tahap Pasca-Pengecoran: Mengunci Kekuatan dengan Perawatan (Curing)

Pekerjaan tidak selesai setelah beton dicor. Proses perawatan (curing) sangat krusial untuk memastikan semen terhidrasi dengan sempurna dan beton mencapai kekuatan puncaknya.

  • Jaga Kelembaban: Permukaan beton harus dijaga agar tetap lembab selama periode waktu yang ditentukan (biasanya minimal 7 hari) untuk mencegah penguapan air yang terlalu cepat.
  • Metode Curing: Di iklim tropis Indonesia, metode seperti penyiraman air secara berkala, menutupi permukaan beton dengan karung goni basah, atau menggunakan curing compound sangat efektif.

Ingat, kekuatan beton pada umur 7 hari biasanya sudah mencapai sekitar 65-75% dari kekuatan rencana pada umur 28 hari[5]. Hasil uji pada umur 7 hari ini bisa menjadi indikator awal yang sangat baik untuk memprediksi apakah mutu beton akan tercapai atau tidak.

Strength Meter: Alat Andal untuk Deteksi Dini di Lapangan

Dalam sistem QC yang dinamis, kecepatan mendapatkan data adalah segalanya. Menunggu hasil uji laboratorium selama 28 hari untuk mengetahui kekuatan beton seringkali sudah terlambat. Di sinilah strength meter, atau yang lebih dikenal sebagai Rebound Hammer (Palu Schmidt), memainkan peran vital sebagai alat deteksi dini di lapangan.

Mengenal Strength Meter: Prinsip Kerja Rebound Hammer

Rebound Hammer adalah alat uji non-destruktif (NDT) yang bekerja berdasarkan prinsip sederhana: pantulan. Alat ini memiliki sebuah massa berpegas yang saat dilepaskan akan menumbuk permukaan beton. Sebagian energi tumbukan akan diserap oleh beton, dan sisanya akan membuat massa tersebut memantul kembali.

Tingkat pantulan ini, yang diukur sebagai “nilai pantul” atau rebound number, berbanding lurus dengan kekerasan permukaan beton. Karena ada korelasi antara kekerasan permukaan dengan kekuatan tekan, nilai pantul ini dapat digunakan untuk memperkirakan kekuatan beton. Alat ini sangat efektif untuk, sebagaimana dinyatakan dalam Buku Saku Penjelasan Pedoman Pemeriksaan Jembatan 2021 oleh KKJTJ, Kementerian PUPR, “Menilai keseragaman permukaan beton” dan “Memperkirakan kekuatan beton”[6].

Panduan Praktis Penggunaan Strength Meter (Step-by-Step)

Untuk mendapatkan hasil yang andal, penggunaan strength meter harus mengikuti prosedur standar seperti yang diuraikan dalam ASTM C805[7].

  1. Persiapan Permukaan: Pilih area pengujian yang rata, halus, dan bersih dari kotoran, debu, atau genangan air. Hindari area yang keropos atau terdapat tulangan dangkal.
  2. Posisikan Alat: Tekan alat secara tegak lurus terhadap permukaan beton hingga massa internalnya terlepas dan menumbuk permukaan.
  3. Catat Nilai Pantul: Baca dan catat nilai pantul yang tertera pada skala alat.
  4. Lakukan Pengujian Berulang: Untuk mendapatkan hasil yang representatif, pengujian harus dilakukan pada minimal 10 titik di area pengujian seluas tidak lebih dari 30×30 cm[7]. Jarak antar titik uji minimal 2.5 cm.
  5. Hitung Rata-Rata: Buang nilai-nilai pencilan (yang terlalu tinggi atau terlalu rendah) dan hitung nilai rata-rata dari sisa pembacaan.

Interpretasi Hasil: Membaca Angka Menjadi Aksi

Nilai pantul rata-rata yang didapat kemudian dikonversikan menjadi perkiraan kekuatan tekan menggunakan kurva korelasi yang biasanya disediakan oleh produsen alat.

Contoh Tabel Korelasi (Hanya Ilustrasi):

Nilai Pantul Rata-Rata Perkiraan Kuat Tekan (MPa)
20 ~12
25 ~18
30 ~25
35 ~32
40 ~40

Penting untuk diingat, strength meter adalah alat untuk memetakan keseragaman dan mengidentifikasi anomali. Jika dari hasil pengujian ditemukan satu area yang nilai pantulnya jauh lebih rendah dibandingkan area sekitarnya, ini adalah bendera merah. Area tersebut harus ditandai untuk investigasi lebih lanjut menggunakan metode uji yang lebih akurat.

Akurasi dan Kalibrasi: Kunci Hasil yang Terpercaya

Kejujuran mengenai batasan alat adalah kunci membangun kepercayaan. Strength meter memberikan nilai perkiraan, bukan nilai absolut. Akurasinya umumnya berada dalam rentang ±15% hingga ±20%. Hasilnya sangat dipengaruhi oleh faktor seperti kehalusan permukaan, kelembaban, umur beton, dan jenis agregat.

Oleh karena itu, kalibrasi adalah wajib. Untuk setiap proyek besar, sangat disarankan untuk membuat kurva kalibrasi spesifik. Caranya adalah dengan melakukan pengujian hammer test pada area beton yang sama di mana sampel inti (core drill) akan diambil. Setelah sampel inti diuji di laboratorium, hasil kekuatan tekan sebenarnya dapat dipetakan terhadap nilai pantul yang didapat. Kurva kalibrasi inilah yang akan memberikan hubungan yang jauh lebih akurat antara nilai pantul dan kekuatan beton untuk material spesifik yang digunakan di proyek tersebut.

Melampaui Strength Meter: Metode Uji Beton Jembatan Lainnya

Strength meter adalah alat yang hebat untuk skrining cepat, namun ia adalah bagian dari ekosistem pengujian yang lebih besar. Untuk evaluasi komprehensif, terutama pada struktur jembatan yang sudah ada, kombinasi beberapa metode uji seringkali diperlukan. Untuk prosedur pengujian yang lebih mendalam, para profesional dapat merujuk pada Manual Pengujian Jembatan KemenPUPR.

Berikut adalah perbandingan metode uji beton yang umum digunakan:

Metode Uji Prinsip Kerja Aplikasi Utama Kelebihan Kekurangan
Rebound Hammer (NDT) Mengukur pantulan massa pada permukaan Estimasi kekuatan, pemetaan keseragaman Cepat, murah, portabel Hanya mengukur permukaan, akurasi terbatas
UPV (NDT) Mengukur kecepatan gelombang ultrasonik Deteksi retak, rongga, evaluasi homogenitas Bisa mendeteksi cacat internal Tidak secara langsung mengukur kekuatan
Core Drill (DT) Mengambil sampel inti beton dari struktur Verifikasi kekuatan tekan aktual, kalibrasi NDT Memberikan nilai kekuatan sebenarnya (akurat) Merusak struktur, mahal, lambat

Uji Non-Destruktif (NDT) Lainnya: Ultrasonic Pulse Velocity (UPV)

Ultrasonic Pulse Velocity (UPV) adalah metode NDT pelengkap yang sangat baik untuk Rebound Hammer. Alat ini bekerja dengan mengirimkan gelombang suara berfrekuensi tinggi melalui beton dari satu transduser ke transduser lainnya. Waktu yang dibutuhkan gelombang untuk merambat diukur.

Prinsipnya, semakin padat dan homogen beton, semakin cepat gelombang merambat. Jika ada retakan, rongga, atau beton keropos di jalurnya, gelombang akan melambat atau bahkan terhenti. Menurut Buku Saku KKJTJ, fungsi utama UPV adalah untuk mengukur “Kerapatan/kepadatan beton” dan “Identifikasi rongga dalam beton”[6].

Untuk mendapatkan akurasi yang lebih tinggi dalam memperkirakan kekuatan, praktisi sering menggunakan metode kombinasi SonReb, yang menggabungkan data dari Schmidt Hammer (So) dan UPV (Reb) melalui formula empiris.

Uji Destruktif (DT): Kapan Core Drill Menjadi Pilihan?

Ketika ada keraguan serius tentang mutu beton atau ketika hasil NDT menunjukkan anomali yang signifikan, Uji Destruktif (Destructive Test – DT) menjadi “wasit” terakhir. Metode yang paling umum adalah pengambilan sampel inti (core drill).

Sebuah mata bor khusus digunakan untuk mengambil sampel beton berbentuk silinder langsung dari struktur jembatan. Sampel ini kemudian dibawa ke laboratorium untuk diuji kekuatannya menggunakan Mesin Uji Tekan (Compression Testing Machine) sesuai prosedur SNI Uji Kuat Tekan Beton (SNI 1974:2011)[8]. Hasil dari uji ini dianggap sebagai nilai kekuatan tekan beton yang sebenarnya (in-situ strength) dan digunakan sebagai dasar untuk:

  • Menerima atau menolak suatu bagian struktur.
  • Mengkalibrasi semua hasil pengujian NDT yang telah dilakukan.
  • Menjadi dasar bagi insinyur struktur untuk merancang metode perbaikan jika diperlukan.

Praktik Terbaik dan Tindakan Korektif di Lapangan

Mengetahui teori dan alat saja tidak cukup. Kunci sukses terletak pada penerapan praktik terbaik secara konsisten dan kemampuan untuk mengambil tindakan korektif yang tepat ketika masalah muncul.

Checklist Praktis Pengawas Mutu Beton di Proyek Jembatan

Berikut adalah checklist sederhana yang dapat digunakan oleh pengawas mutu di lapangan sebagai panduan harian untuk mencegah variabilitas:

  • Pra-Pengecoran:
    • Apakah tiket pengiriman (delivery ticket) dari batching plant sudah diperiksa (waktu berangkat, volume, mix ID)?
    • Apakah visual beton di dalam truk mixer terlihat homogen (tidak ada segregasi atau bleeding berlebih)?
  • Saat Pengecoran:
    • Apakah uji slump sudah dilakukan untuk setiap truk dan hasilnya dicatat? Apakah sesuai rentang spesifikasi?
    • Apakah pengambilan sampel silinder sudah dilakukan sesuai frekuensi yang disyaratkan (misal, per 60 m³)?
    • Apakah ada indikasi penambahan air ilegal di lokasi?
    • Apakah teknik pemadatan menggunakan vibrator sudah benar dan merata?
  • Pasca-Pengecoran:
    • Apakah proses curing (perawatan) sudah dimulai sesegera mungkin setelah initial setting?
    • Apakah metode curing sudah sesuai dengan kondisi cuaca dan spesifikasi?
    • Apakah benda uji silinder disimpan dan dirawat di lokasi dengan cara yang benar sebelum dikirim ke lab?

Langkah Korektif Saat Hasil Uji Tidak Sesuai Spesifikasi

Menemukan hasil uji yang rendah bisa membuat panik, namun ada alur logis yang harus diikuti:

  1. Jangan Langsung Menghakimi: Jika hasil uji strength meter menunjukkan area yang lemah, jangan langsung menyimpulkan struktur gagal. Anggap ini sebagai indikasi awal.
  2. Verifikasi & Investigasi Lanjutan: Lakukan pengujian NDT yang lebih komprehensif di area tersebut, misalnya dengan UPV, untuk mencari tahu apakah masalahnya hanya di permukaan atau lebih dalam.
  3. Lakukan Uji Verifikasi (Core Drill): Jika hasil NDT mengkonfirmasi adanya anomali, langkah selanjutnya adalah melakukan pengambilan sampel inti (core drill) di lokasi yang paling representatif untuk mendapatkan nilai kekuatan aktual.
  4. Konsultasi dengan Ahli Struktur: Serahkan semua data hasil uji (NDT dan DT) kepada insinyur perencana atau ahli struktur. Mereka akan menganalisis apakah kekuatan beton yang ada masih dapat diterima dengan faktor keamanan tertentu atau tidak.
  5. Tentukan Opsi Perbaikan: Berdasarkan analisis ahli, tindakan perbaikan dapat bervariasi, mulai dari tidak melakukan apa-apa (jika kekuatan masih dalam batas toleransi), melakukan perkuatan struktural (strengthening), hingga pembongkaran dan pengecoran ulang pada kasus yang paling ekstrem.

Kesimpulan: Konsistensi adalah Kunci Keamanan Jembatan

Variabilitas beton bukanlah masalah sepele; ia adalah risiko nyata yang mengancam keamanan dan durabilitas infrastruktur jembatan. Namun, risiko ini sepenuhnya dapat dikelola. Kuncinya terletak pada penerapan sistem kontrol kualitas yang ketat, disiplin, dan terintegrasi dari hulu ke hilir—mulai dari pemilihan material, proses produksi di batching plant, pengawasan ketat saat pengecoran, hingga perawatan pasca-pengecoran yang benar.

Dalam sistem ini, alat seperti strength meter (Rebound Hammer) memegang peranan krusial sebagai garda terdepan. Ia bukan pengganti uji laboratorium, melainkan alat deteksi dini yang cepat dan efisien untuk memetakan keseragaman mutu dan mengidentifikasi potensi masalah sebelum berkembang menjadi lebih serius. Dengan memadukan kecepatan NDT dan akurasi DT, tim proyek dapat membuat keputusan yang lebih cerdas dan tepat waktu. Pada akhirnya, konsistensi mutu beton yang terjamin adalah fondasi utama untuk setiap jembatan yang aman, andal, dan mampu melayani generasi mendatang.

Sebagai pemasok dan distributor alat ukur dan uji terkemuka, CV. Java Multi Mandiri memahami betapa pentingnya akurasi dan keandalan data dalam setiap proyek konstruksi. Kami berspesialisasi dalam melayani klien bisnis dan aplikasi industri, menyediakan instrumen pengujian beton berkualitas tinggi, termasuk strength meter, untuk mendukung sistem kontrol kualitas perusahaan Anda. Kami siap menjadi mitra Anda dalam memastikan setiap struktur yang Anda bangun memenuhi standar keamanan dan kualitas tertinggi. Untuk diskusikan kebutuhan perusahaan Anda, tim ahli kami siap membantu menemukan solusi yang paling tepat untuk mengoptimalkan operasional proyek Anda.

Rekomendasi Concrete Rebound Test


Disclaimer: Informasi yang disajikan hanya untuk tujuan edukasi. Selalu konsultasikan dengan insinyur sipil yang berkualifikasi dan patuhi spesifikasi teknis proyek serta standar resmi (SNI, PUPR) untuk setiap pekerjaan konstruksi.

Referensi

  1. Portland Cement Association (PCA). (N.D.). Design and Control of Concrete Mixtures. PCA.
  2. Federal Highway Administration (FHWA). (N.D.). Bridge Preservation Guide. U.S. Department of Transportation.
  3. Neville, A. M. (2011). Properties of Concrete. Pearson.
  4. Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2018). Spesifikasi Umum 2018 Untuk Pekerjaan Konstruksi Jalan dan Jembatan (Revisi 2) – Seksi 7.1 Beton. Retrieved from https://binamarga.pu.go.id/uploads/files/987/spesifikasi-umum-bina-marga-2018-untuk-pekerjaan-konstruksi-jalan-dan-jembatan-revisi-2.pdf
  5. American Concrete Institute (ACI). (N.D.). ACI Committee 301: Specifications for Structural Concrete. ACI.
  6. Komisi Keamanan Jembatan dan Terowongan Jalan (KKJTJ), Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian PUPR. (2021). Buku Saku Penjelasan Pedoman Pemeriksaan Jembatan 2021. Retrieved from https://kkjtj.pu.go.id/landing_page/_PDF_FINAL_25.01.22__BUKU_1_-_PENJELASAN_UMUM_PEDOMAN_PEMERIKSAAN_JEMBATAN.pdf
  7. ASTM International. (N.D.). ASTM C805 / C805M – 18, Standard Test Method for Rebound Number of Hardened Concrete. ASTM International.
  8. Badan Standardisasi Nasional (BSN). (2011). SNI 1974:2011 Cara uji kuat tekan beton dengan benda uji silinder. BSN. Retrieved from https://spada.uns.ac.id/pluginfile.php/107120/mod_resource/content/1/sni-1974-2011%20ujinkuat%20tekan%20beton.pdf

Bagikan artikel ini

Butuh Bantuan Pilih Alat?

Author picture

Tim customer service CV. Java Multi Mandiri siap melayani Anda!

Konsultasi gratis alat ukur dan uji yang sesuai kebutuhan Anda. Segera hubungi kami.